Search ajah

Kamis, 29 Desember 2011

Pengetahuan dan Sikap terhadap Mitos seks pranikah VS Praktek Seks Pranikah di Kalangan Remaja (sebuah penelitian kecil)


Masalah seksualitas di kalangan remaja adalah masalah yang cukup pelik untuk diatasi. Di satu sisi perkembangan seksual itu muncul sebagai bagian dari perkembangan yang harus mereka jalani. Namun, di sisi lain, penyaluran hasrat seksual yang belum semestinya mereka lakukan menimbulkan kecemasan dan akibat yang serius, seperti kehamilan dan tertular penyakit kelamin. Tinggi rendahnya kegiatan remaja dalam perilaku seksual ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya dari informasi yang didapatkan oleh remaja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah seksual. Informasi mengenai masalah seksual ini bisa diterima remaja melalui berbagai sumber dan sumber dimana seseorang mendapatkan informasi adalah melalui lingkungan yang terdekat dengan dirinya. Dalam masalah seksual, pengaruh keluarga dan teman sebaya sangat menentukan perilaku remaja.
Sebagai sumber informasi, lingkungan yang menjadi acuan remaja tersebut memiliki nilai-nilai yang berbeda. Keluarga, dalam hal ini ayah dan ibu, merupakan kelompok acuan yang negatif, sedangkan lingkungan tempat tinggal dan teman sebaya adalah kelompok positif untuk keserbabolehan remaja dalam perilaku seksual pranikah. Ada kecenderungan bahwa orang tua lebih tertutup untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan seks. Akibatnya, banyak remaja mencari akses lain untuk mendapatkan pengetahuan tentang seks. Remaja mendapatkan pengetahuannya dari teman, internet, buku porno, majalah, film atau sumber lain yang tidak dapat dipastikan keakuratannya mengenai seks. Bahkan ada gejala berkembangnya pengetahuan dan itu mengenai seks, biasanya dalam bentuk “mitos”, di kalangan remaja. Mitos-mitos tersebut cenderung mendorong perilaku seksual pranikah, yang disertai alasan yang dibuat masuk akal. Informasi yang benar, yang biasanya cenderung mencegah, ditolak dengan berbagai pembenaran. Suatu ironi bila di saat remaja sedang megalami perkembangan seksual dan membutuhkan informasi yang tepat mereka malah dijauhkan dari informasi-informasi tersebut sehingga memilih mempercayai mitos-mitos yang dapat menjerumuskan mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Boyke Dian Nugraha, ahli kebidanan dan penyakit kandungan pada Rumah Sakit Dharmais dan pemilik Klinik Pasutri, menunjukkan bahwa 16%-20% dari remaja yang berkonsultasi kepadanya telah melakukan hubungan seks pranikah. Dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar 5% pada tahun 1980-an menjadi 20% pada tahun 2000. Sementara penelitian yang dilakukan oleh dr. Boyke pada tahun 1999 lalu terhadap pasien yang datang ke klinik Pasutri, tercatat sekitar 18% remaja pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Selain itu pula penelitian yang dilakukan di Yogyakarta, diperkirakan 6%-20% siswa SMU/SMK dan mahasiswa pernah berhubungan seks pranikah. Dan lebih mengejutkan lagi, 35% mahasiswa fakultas kedokteran sebuah perguruan tinggi swasta menyetujui seks pranikah. Data ini belum lagi ditambah fakta terselubung tentang aborsi remaja akibat hubungan seks pranikah, baik yang ada di klinik-klinik ilegal maupun dukun tradisional.
Menurut sensus penduduk Indonesia tahun 2000 menghasilkan angka penduduk nasional mendekati jumlah 207 juta jiwa. Data proyeksi sementara menunjukkan bahwa pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia akan bertambah menjadi 244 juta jiwa. Kenaikan penduduk ini akan diikuti penurunan jumlah penduduk usia remaja dari 42,5 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 39,6 juta jiwa di tahun 2015. Andaikata dari 42,5 juta jiwa usia remaja di tahun 2000 terdapat 10% dari mereka telah menyatakan dirinya aktif secara seksual maka ada 4,3 juta remaja yang menghadapi berbagai resiko kesehatan reproduksi. Saat ini, di Indonesia jumlah remajanya sekitar 40 juta jiwa. Dan dengan jumlah yang sedemikian besarnya, maka peluang akan terjadinya hubungan pranikah semakin besar pula. Sekitar 25%-40% kaum remaja yang masih sekolah di beberapa daerah pernah melakukan hubungan seksual. Belum tentu angka ini benar, namun paling tidak dapat dijadikan gambaran bahwa sebagian dari kaum remaja kita sudah mengenal hubungan seks. Ternyata penyebab itu semua berawal dari kurangnya pemahaman dan informasi remaja akan arti dari seksualitas itu sendiri.
Data di atas cukup memberi gambaran, betapa anak muda saat ini mengalami dekadensi moral. Seks bebas (free sex) telah menjadi sebuah budaya, disamping alkohol dan obat-obatan terlarang. Padahal jika diteliti lebih jauh, perilaku seks bebas akan berdampak pada berbuahnya penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS dan penyakit menular seksual seperti ghonore, sifilis, herpes genitalis, dan vaginalis bakterial.
Ada indikasi bahwa sikap permisif remaja terhadap seks semakin lama cenderung terjadi semakin awal. Semakin awal masa pubertas dikalangan remaja adalah akibat semakin baiknya tingkat gizi dan peningkatan kesadaran pada perawatan kesehatan. Selain itu, akibat yang ditimbulkan praktek seksual pranikah ini akan lebih mengkuatirkan jika dialami remaja yang masih muda usia. Selain itu, karakteristik remaja yang mudah terpengaruh oleh lingkungan, menyebabkan mereka rentan dan mudah terpengaruh termasuk dalam masalah perilaku seksual pranikah.
Akibat semakin banyaknya mitos-mitos yang beredar di kalangan remaja yang semakin lama cenderung mendorong perilaku seksual pranikah serta masih dianggap tabu oleh orang tua untuk membicarakan seks pada anak-anaknya, muncullah berbagai masalah yang diantaranya adalah semakin banyaknya remaja untuk mencari tahu dan mencoba mengenai perilaku seksual pranikah.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diambil permasalahan sebagai berikut:
1. Adakah hubungan pengetahuan dan sikap terhadap mitos seks pranikah berhubungan dengan praktek seks pranikah?
2. Mitos-mitos seks seperti apakah yang diperoleh remaja dalam pergaulannya?
Salah satu cara remaja untuk mencoba mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengan menggunakan simbol status. Dengan cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya. Untuk mewujudkan itu remaja membentuk kelompok-kelompok kecil sebaya yang biasanya memiliki kesamaan dalam minat dan kesukaan, seperti cara berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa, latar belakang ras, agama, sosial ekonomi, standar penampilan dan standar perilaku.
Masalah kesulitan dalam hubungan dengan orang tua adalah masalah yang paling sering ditemui dan kerapkali menjadi masalah inti yang mendasari munculnya masalah lain bagi remaja. Gejala kesulitan hubungan dengan orang tua ini bisa berupa kesulitan komunikasi yaitu kesulitan untuk saling mengerti, yang menyebabkan anak membantah kemauan orang tua, anak pergi dari rumah atau sama sekali tidak mau bicara dengan orang tua. Pengakuan dan penerimaan oleh teman sebaya merupakan kebutuhan yang mutlak bagi remaja. Remaja yang terasing dari teman sebayanya akan mengalami rasa kesepian, kesendirian, dan rendah diri. Remaja yang telah merasakan keterasingan ini, akan menyebabkan masalah pada remaja terlihat lebih buruk dari kenyataannya dibandingkan dengan usia lainnya. Remaja hanya memiliki sedikit pengalaman dan memecahkan masalahnya secara mandiri.
Banyak alasan yang remaja untuk berpacaran diantaranya karena kebutuhan, mencoba, menambah pengetahuan dan pengalaman, menambah semangat, merasa sudah dewasa, teman untuk jalan-jalan, tempat curahan hati, mendapatkan perlindungan, ingin diperhatikan dan memperhatikan pasangannya, dan sebagainya. Ini membuktikan bahwa masalah keterasingan pada remaja dapat dihindari oleh sebagian besar remaja.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Pengetahuan seseorang dikumpulkan dan diterapkan secara bertahap, mulai dari tahap yang paling sederhana ke tahap yang lebih lengkap. Rasa ingin tahu yang besar dan kebutuhan akan kemandirian mendorong remaja untuk mencari semua pengetahuan dari berbagai sumber. Akan tetapi, jika rasa ingin tahu ini tidak dijaga, dalam batasan tertentu yang tidak dapat dikuasainya akan membawanya kepada pengetahuan yang sebenarnya secara emosional belum siap diterima remaja. Dorongan untuk mencari tahu datang dari tekanan-tekanan sosial tetapi terutama dari minat remaja pada seks dan keingintahuannya tentang seks.
Hal lain yang dapat memacu para remaja memperoleh pengetahuan tentang seks yang tentu saja pengetahuan yang salah adalah tidak tersedianya informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi sehingga memaksa remaja mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri. Mitos-mitos yang dipercayai oleh remaja ternyata mengalahkan fakta-fakta medis yang benar karena pengaruh yang sangat kuat dan provokatif. Yang lebih parah apabila remaja berupaya agar kenyataan seksual sama dengan mitos yang diketahuinya tersebut. Hal ini tentu saja tidak benar dan bahkan dapat membawa akibat buruk bagi diri remaja itu sendiri. Namun di lain sisi, pembenaran mengenai mitos-mitos yang dipercayai kebenarannya oleh responden memberikan pengaruh yang positif terhadap pencegahan terjadinya praktek seks pranikah. Misalnya, pembenaran terhadap mitos keperawanan diidentikkan oleh selaput dara, ini akan memotivasi remaja, terutama remaja perempuan, untuk menjaga keperawanannya dengan tidak melakukan seks pranikah. Pembicaraan mengenai seks dengan orang tua dapat memberikan masukan yang baik mengenai perilaku seks yang benar, karena orang tua dianggap sebagai orang yang lebih berpengalaman. Pengetahuan mengenai seks yang salah dari sumber lain yang tidak bertanggungjawab dapat terhindari karena adanya komunikasi yang baik dengan orang tua.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah saya lakukan, diperoleh bahwa pengetahuan responden tentang mitos seks pranikah mayoritas baik (75,7%). Hal ini berarti responden menganggap bahwa beberapa pernyataan yang ditanyakan peneliti kepada responden adalah hanya sebuah mitos belaka dan bukan merupakan sebuah pernyataan yang benar. Ada beberapa mitos yang dianggap benar oleh responden yaitu mitos ciuman itu boleh dilakukan untuk menyatakan perasaan cinta kasih (70,0%), mitos keperawanan diidentikkan oleh selaput dara (62,9%), mitos pada hubungan seksual pertama kali selalu mengeluarkan darah (60,0%), mitos perempuan yang berbulu/berambut banyak di tubuhnya memiliki nafsu seks yang tinggi (58,6%), mitos onani akan membuat badan menjadi kurus (52,9%) dan mitos onani akan membuat lutut keropos (57,1%).
Berdasarkan hasil penelitian saya juga, tujuhpersepuluh dari responden bersikap negatif atau tidak mendukung terhadap mitos seks pranikah. Frekuensi sikap tidak mendukung terhadap mitos seks pranikah responden perempuan lebih tinggi dibandingkan responden laki-laki. Hal ini menggambarkan bahwa remaja perempuan lebih cepat matang dalam hal perkembangannya. Sikap tidak mendukung inilah yang merupakan salah satu modal bagi remaja untuk mengatakan tidak terhadap praktek seks pranikah. Sikap yang ditunjukkan oleh responden tersebut merupakan sikap kognitif yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap obyek sikap. Meskipun respon sikap responden terhadap mitos seks pranikah negatif/tidak mendukung, namun ada beberapa mitos seks pranikah yang didukung oleh responden. Mitos tersebut yaitu mitos ciuman itu boleh dilakukan untuk menyatakan perasaan cinta kasih (72,9%), mitos keperawanan diidentikkan oleh selaput dara (58,6%), mitos pada hubungan seksual pertama kali selalu mengeluarkan darah (67,1%), mitos perempuan yang berbulu/berambut banyak di tubuhnya memiliki nafsu seks yang tinggi (55,7%).
Arus informasi yang mengalir deras menawarkan petualangan yang menantang. Semakin banyaknya tayangan televisi yang menyuguhkan budaya-budaya barat dapat mempengaruhi sikap responden. Dari pengaruh inilah terbentuk sikap yang mendukung terhadap mitos mengenai ciuman boleh dilakukan untuk menyatakan perasaan cinta kasih. Dari sikap yang terbentuk akan memotivasi remaja untuk melakukan hal tersebut, padahal dari hanya sekedar berciuman saja dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan dorongan seksual hingga tidak terkendali. Anggapan budaya kita yang mempermasalahkan keperawanan identik dengan selaput dara pun ikut andil dalam pembentukan sikap. Mitos tersebut menimbulkan kesalahkaprahan dalam kehidupan remaja yang justru akan membawa akibat buruk dari segi psikologis bagi yang menerapkannya secara salah. Seperti misalnya, sikap yang mendukung terhadap mitos bahwa keperawanan diidentikkan dengan selaput dara, akan menimbulkan beban psikologis yang berat, seperti perasaan tidak berharga bagi yang sudah tidak memiliki selaput dara dikarenakan kecelakaan waktu kecil pada saat naik sepeda misalnya.
Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas dari responden melakukan praktek seks pranikah (51,4%). Jumlah responden laki-laki yang melakukan praktek seks pranikah lebih banyak dibandingkan responden perempuan. Beberapa faktor yang memotivasi responden laki-laki melakukan praktek seks pranikah adalah menyalurkan dorongan seksual, kesenangan dan mencoba-coba. Dan motivasi dari responden perempuan untuk melakukan praktek seks pranikah yaitu upaya penyerahan diri terhadap pasangan dikarenakan rasa cinta dan sayang serta coba-coba. Bentuk seks pranikah yang dipraktekkan oleh responden paling banyak adalah kissing atau cium basah (bibir dengan bibir). Alasan mereka untuk melakukan praktek seks pranikah tersebut adalah hanya sekedar coba-coba, sebagai ungkapan kasih sayang dan kemesraan, dorongan nafsu dan ingin seperti yang ditonton di televisi. Praktek seks pranikah tersebut dilakukan pula oleh responden yang tidak berpacaran. Mereka mengaku melakukannya dengan teman dekatnya sendiri yang tidak ingin disebut sebagai pacar walaupun mereka terlihat sebagai pasangan yang sudah mengikat diri sebagai pasangan, dalam hal ini pasangan sebagai pacar. Dalam kalangan responden ikatan seperti ini disebut dengan istilah HTS-an atau hubungan tanpa status. Mereka dekat seperti halnya pasangan yang berpacaran tapi mereka menolak dikatakan berpacaran. Ikatan-ikatan seperti inilah yang sangat membahayakan bagi pergaulan remaja. Efek ketagihan dapat muncul dalam perilaku yang diterapkan di dalam pergaulan. Unsur kasih sayang yang muncul tidak lagi mulus dan tulus malah akan bergeser menjadi unsur nafsu dan saling eksploitasi satu sama lain. Yang lebih membahayakan lagi apabila ikatan-ikatan, seperti HTS-an, sudah mengarah pada hubungan seks, maka akan lebih mudah baginya untuk melakukan perselingkuhan dengan orang lain karena efek ketagihan sudah menjadi penyakit psikologis yang dinamakan obsesif kompulsif yang membuat yang bersangkutan merasa tidak nyaman jika tidak melakukan. Akibatnya tentu saja meningkatkan peluang terkena Penyakit Menular Seksual dan HIV/AIDS. Perilaku seksual remaja yang ada melalui beberapa tahapan yaitu mulai menunjukkan perhatian pada lawan jenis, pacaran, berkencan, cium kering, berciuman, genital stimulation, petting bahkan sampai ada yang melakukan intercouse. Dari hasil penelitian, gaya pacaran responden yang sudah pernah atau sedang berpacaran sangatlah beragam mulai dari hanya sekedar mengobrol hingga ke intercouse. Dan angka intercouse dari responden yang ditanya terdapat 3 responden yang mengaku sudah pernah melakukannya. Cium basah atau cium bibir dengan bibir adalah bentuk seks yang mayoritas dilakukan oleh responden yang sudah pernah atau sedang berpacaran.
Dari gambaran di atas, terlihat bahwa ketika menginjak remaja cinta dan seks adalah satu masalah terbesar. Persoalan yang muncul adalah kehamilan remaja, aborsi, terputusnya sekolah, perkawinan usia muda, perceraian, penyakit kelamin dan penyalahgunaan obat. Itu semua merupakan dampak negatif dari petualangan cinta dan seks yang menyimpang ketika remaja.
Pengaruh media dan televisi pun sering kali ditiru oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Saat ini banyak sekali tayangan-tayangan televisi yang memperlihatkan adegan-adegan seks yang tentu saja bertentangan dengan kebudayaan kita. Secara tidak langsung, remaja melalui observational learning, melihat perilaku seks itu menyenangkan dan dapat diterima lingkungan yang terkadang tanpa memikirkan adanya perbedaan kebudayaan, nilai serta norma-norma dalam lingkungan masyarakat yang berbeda.
Semakin banyak pengalaman mendengar, melihat, mengalami hubungan seksual makin kuat stimulasi yang dapat mendorong munculnya perilaku seks. Sebagai contoh perilaku kissing atau cium basah (bibir dengan bibir), yang sudah banyak sekali di televisi menayangkan adegan berciuman. Ini akan memberikan persepsi di kalangan remaja untuk mengenal dan memilih tindakan berciuman sebagai tindakan yang wajar dalam berhubungan dengan pasangannya. Dampaknya remaja akan merespon untuk dapat melakukan praktek berciuman sesuai dengan urutan yang benar sesuai contoh dan jika telah dapat melakukan praktek dengan benar secara otomatis sudah merupakan kebiasaan. Untuk mengurangi kebencian terhadap tindakan tersebut remaja melakukan modifikasi praktek atau tindakan yang sudah menjadi kebiasaan tersebut. Perspektif akademik dan tingkat pengetahuan akan sesuatu hal juga dapat berpengaruh dalam terjainya praktek seks pranikah. Remaja dengan prestasi dan tingkat kepahaman yang rendah dan terhadap aspirasi yang rendah cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik di sekolah. Hal ini digambarkan pula oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa frekuensi responden laki-laki yang memiliki pengetahuan yang baik tentang mitos seks pranikah lebih rendah dibandingkan responden perempuan sehingga frekuensi responden laki-laki yang melakukan praktek seks pranikah lebih besar dibandingkan frekuensi responden perempuan yang melakukan praktek seks pranikah.
Selain itu pula, perilaku remaja bervariasi dari hal intensitas dan frekuensinya dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Pengalaman seksual
2. Faktor kepribadian seperti harga diri, kontrol diri, tanggung jawab, toleransi terhadap stress, kemampuan membuat keputusan.
3. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan.
4. Berfungsinya keluarga dalam menjalankan fungsi kontrol efeksi/kehangatan, penanaman nilai moral dan keterbukaan komunikasi.
5. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.
Lalu bagaimana dengan Hubungan Pengetahuan Tentang Mitos Seks Pranikah dengan Praktek Seks Pranikah ????
Berdasarkan hasil uji statistik yang sudah saya lakukan terhadap responden penelitian, menunjukkan ada hubungan pengetahuan tentang mitos seks pranikah dengan praktek seks pranikah. Artinya, apabila pengetahuan responden tentang mitos seks pranikah baik, yaitu bahwa mitos merupakan pernyataan yang tidak benar, maka responden tidak melakukan praktek seks pranikah. Hasil uji ini didukung pula oleh hasil tabulasi silang yang menunjukkan bahwa frekuensi responden yang tidak melakukan praktek seks pranikah untuk responden yang memiliki pengetahuan baik lebih besar dibandingkan responden yang memiliki pengetahuan tidak baik. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pengetahuan tentang manfaat sesuatu hal akan meyebabkan orang mempunyai sikap positif. Selanjutnya sikap positif itu akan mempengaruhi untuk ikut serta dalam suatu kegiatan. Niat untuk ikut serta dalam kegiatan akan menjadikan praktek apabila mendapatkan dukungan sosial dan tersedianya fasilitas. Hubungan orang tua yang kuat yang diwujudkan dalam bentuk komunikasi yang lancar terutama dalam hal membicarakan mengenai seks, persamaan norma, agama, sudut pandang serta pola pikir yang dianut oleh orang tua dan remaja serta pandangan masyarakat yang masih kuat dalam hal mitos mengenai selaput dara dan keperawanan mempengaruhi remaja untuk tidak melakukan praktek seks pranikah. Keengganan responden untuk serius membicarakan hal-hal mengenai seks dengan teman-temannya berdampak terhindarnya responden dari informasi mengenai seks, terutama mitos seks, yang tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini menggambarkan bahwa faktor predisposisi yang ada berpengaruh sekali dalam berprilaku.
Dan bagaimana dengan Hubungan Sikap Tentang Mitos Seks Pranikah dengan Praktek Seks Pranikah ????
Berdasarkan hasil uji statistik, menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap responden mengenai seks pranikah dengan praktek seks pranikah. Artinya, responden yang memiliki sikap yang tidak mendukung terhadap mitos seks pranikah melakukan praktek seks pranikah. Hal ini digambarkan pula oleh hasil tabulasi silang yang menunjukkan bahwa frekuensi responden yang melakukan praktek seks pranikah untuk responden yang memiliki sikap tidak mendukung lebih besar dibandingkan responden yang memiliki sikap mendukung terhadap mitos seks pranikah. Faktor eksternal yang mempengaruhi sikap responden antara lain yaitu media informasi yang berkembang pesat saat ini, hubungan antara orang tua dan remaja yang kuat yang diwujudkan dalam bentuk komunikasi yang lancar, pandangan masyarakat yang masih kuat mempengaruhi pengetahuan seseorang berfikir untung ruginya suatu tindakan yang akan dilakukan, lingkungan sosial serta pergaulan. Faktor eksternal lain yaitu pengaruh media dan televisi yang menampilkan tayangan yang tidak sesuai dengan norma dan budaya kita sudah banyak ditayangkan dan dinikmati oleh kalangan remaja. Perilaku seks yang sering ditayangkan, misalnya adegan berciuman dalam suatu film yang ditayangkan, ditiru oleh remaja tanpa memikirkan adanya perbedaan kebudayaan, nilai serta norma-norma dalam lingkungan masyarakat karena mereka menganggap itu menyenangkan dan dapat diterima oleh lingkungan karena telah sering ada di televisi. Selain itu pula, motivasi oleh rasa sayang dan cinta dengan didominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap pasangannya tanpa disertai komitmen yang jelas dapat mempengaruhi remaja untuk melakukan praktek seks pranikah.
Apa Yang Harus Kita Lakukan Untuk Keadaan Seperti ini ???
  • Untuk pihak sekolah diharapkan agar dapat meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi kepada siswa di sekolah dengan cara menyisipkan materi tentang kesehatan reproduksi dalam mata pelajaran biologi dan membentuk suatu wadah kajian ilmiah remaja dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler mengenai permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Sehingga diharapkan para siswa dapat saling bertukar pikiran dan mengkaji bersama mengenai permasalahan remaja terutama masalah kesehatan reproduksi.
  • Diharapkan para remaja, terutama para siswa SMU, dapat meningkatkan pemahaman mengenai kesehatan reproduksi dengan cara aktif membaca buku-buku mengenai kesehatan reproduksi dan tidak malu-malu untuk bertanya mengenai masalah kesehatan reproduksi kepada para guru ataupun pihak yang yang berkompeten dalam masalah kesehatan reproduksi. Turut andil dan berperan aktif serta bekerja sama dengan pihak sekolah dalam pembentukan kegiatan ekstrakurikuler kelompok ilmiah remaja yang membahas masalah kesehatan reproduksi.
  • Bagi Para orang tua, sudah saatnya berbicara secara terbuka mengenai seks dengan para anak-anaknya tentu saja dimana si anak sudah mulai menginjak usia remaja. Mendampingi anak pada saat melihat/menonton acara di televise dengan selalu mendiskusikan apa yang sudah ditontonnya.
  • Peningkatan penyuluhan oleh dinas kesehatan setempat di sekolah-sekolah terutama mengenai mitos seks pranikah dan kesehatan reproduksi dengan cara menjadi narasumber dan motivator dalam pembentukan kelompok ilmiah remaja “Peduli Kesehatan Reproduksi Remaja” di tiap-tiap sekolah sehingga dapat membantu dalam memasyarakatkan kesehatan reproduksi remaja.
So …. Ayo kita bangun Negara ini dengan menghasilkan penerus bangsa yang berprilaku sehat dan sesuai dengan norma-norma yang ada.
Note :
Maaf yah tempat penelitian yang sudah saya lakukan tidak saya publish untuk menjaga privasi
Data yang ditampilkan memang tidak lengkap sehingga terkesan mengada-ada tapi ini saya lakukan karena takut ntar malah dicontek lagi …. J
Penelitian yang saya lakukan menggunakan Tingkat Kepercayaan (confidence level) 95% dan tingkat ketepatan absolute 10% terhadap 70 responden siswa SMU kelas 3

Tidak ada komentar: