Search ajah

Sabtu, 04 Mei 2013

KEMISKINAN Dalam Kacamata Pemberdayaan



Apa sebenarnya KEMISKINAN itu ? Mengapa bisa terjadi? Mengapa selalu ada? Apa penyebabnya?. Ini adalah kenyataan yang ada dalam kehidupan kita di dunia, tidak di sebuah negeri yang sudah maju ataupun negeri yang masih berkembang dan negeri yang miskin. Banyak beranggapan bahwa kemiskinan itu identik dengan ketidakmapuan dalam segi materi, dikarenakan kebodohan ataupun pemalas. Sebenarnya akar permasalahan kemiskinan bukan terletak pada kemalasan ataupun kebodohan seseorang namun dikarenakan hati nurani manusia yang sudah tidak murni. Mengapa demikian ??? mari kita ulas sama-sama, mudah-mudahan menjadi bahan renungan kita.
Kemiskinan bukan berarti seorang atau sekelompok orang serba kekurangan, melainkan suatu situasi/kondisi yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya/mereka sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. Biasanya ciri-ciri suatu masyarakat dikatakan miskin pasti seputar penghasilan yang rendah, tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari, kepemilikan materi yang serba pas-pasan, dan lain sebagainya. Namun sebenarnya suatu masyarakat dikatakan miskin memiliki cirri sebagai berikut :
1.   Tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka.
2.   Tersingkir dari institusi sosial formal yang mapan sehingga tersingkir dari sistem jaminan sosial formal.
3. Rendahnya kualitas sumber daya manusia; kesehatan, pendidikan, pengetahuan/keterampilan, kinerja, dan sebagainya.
4.   Terperangkap dalam budaya kemiskinan yang menghancurkan kualitas manusia seutuhnya seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek, fatalism, boros, tidak berpikir wirausaha, dsb.
5.   Rendahnya kepemilikan terhadap aset-aset yang mampu menjadi modal hidup, seperti :
Ø Aset Fisik : harta benda, perumahan, peralatan kerja/sarana produksi, dsb.
Ø Aset Pelayanan Publik : pendidikan, kesehatan, pelayanan prasarana, dsb.
Ø Aset Lingkungan Hidup : sumber daya alam baik nabati & hewani, udara segar, dsb.
Ø Aset Finansial : sistem tabungan & perkreditan baik formal maupun non formal.


Yang kita sadari dan terlihat selama ini dari penyebab kemiskinan suatu masyarakat adalah sebagai berikut :
1.   Politik yang tidak membuka akses kepada kaum miskin dan jauh dari istilah partisipatif.
2.   Ekonomi yang tidak memihak, tidak ada kesempatan, tidak ada akses ke sumberdaya, dsb.
3.   Sosial yang segregatif, marginalisasi, internalisasi budaya miskin, dsb.
4.   Keadaan lingkungan secara fisik : kumuh, illegal, dsb.

Sebenarnya keempat penyebab diatas hanyalah penyebab “kulit”nya saja, bukan dari akar permasalahan kemiskinan. Penyebab diatas terlahir disebabkan karena kebijakan yang tidak adil, yang dihasilkan dari institusi pengambil keputusan yang tidak mampu menerapkan nilai-nilai moral. Mengapa demikian? Karena orang-orang yang berada di institusi tersebut adalah orang-orang yang tidak baik dan murni. Jadi, sebenarnya akar permasalahan dari kemiskinan itu adalah hati nurani yang baik dan murni dalam diri kita sudah mulai dilupakan.
Semuanya ini menunjukkan adanya gejala serius dari lunturnya nilai-nilai luhur dari para pelaku pembangunan (pengambil keputusan dan masyarakat) sehingga sebagai manusia kita tak berdaya untuk menjadi pelaku moral (melemahnya moral capability). Situasi ini tentu saja menjadi tanggung jawab kita bersama; pemerintah sebagai pengawal dan penegak keadilan dan kita semua sebagai masyarakat warga yang saling mengasihi. Mampukah pemerintah menciptakan kebijakan yang adil yang mampu meredistribusi aset nasional secara adil dan melakukan koreksi terhadap ketimpangan sosial yang ada ? Sedihnya berbagai upaya penangulangan atau pemberantasan kemiskinan adalah justru melestarikan ketidakadilan tersebut dengan menolong korban-korban ketidakadilan tersebut agar mampu bertahan sebagai korban dan tidak mencoba menyelesaikan akar persoalannya. Sedih tetapi nyata.

Sebagai bahan refleksi diri, apa yang telah kita lakukan? Benarkah kita memerangi kemiskinan atau kita memerangi orang miskin? Kemiskinan yang kita perangi atau symbol kemiskinan yang kita perangi?
Contoh-contoh yang terjadi :
  • Pedagang kaki lima (PKL) harus diberantas.
Apakah yang sebenarnya terjadi
PKL bersih kota tertib, tetapi pedagang kaki lima kehilangan lapangan pekerjaan dan menjadi makin miskin.
Persoalan siapa yang diselesaikan sebenarnya ?
Apakah persoalan kemiskinan selesai ?

·         Becak dilarang beroperasi

Jalan-jalan jadi bersih becak, kesemrawutan kendaraan mobil, bis, mikrolet tetap
Tukang becak kehilangan mata pencaharian
Ibu-ibu terpaksa mbonceng ojek dari lingkungan perumahan
Apakah persoalan kemiskinan selesai ??

·         Lingkungan kumuh harus diberantas

Apakah yang sebenarnya terjadi ?
Lingkungan kumuh menjadi ruko yang indah dan rapi, masyarakat miskin penghuni lingkungan kumuh tergusur oleh keputusan politik dan tercabut dari sumber nafkahnya.
Mungkin hal tersebut tidak perlu terjadi karena masyarakat miskin tersebut dapat tinggal di rumah susun yang sengaja disediakan sebagai bagian dari program peremajaan tersebut. Yang terjadi tetap saja masyarakat miskin yang dirumahkan di rumah susun tersebut tergusur lagi oleh tekanan ekonomi dan sosial budaya.
Apakah persoalan kemiskinan selesai ???

·         Program-program pengentasan kemiskinan

Terperangkap dalam upaya meningkatkan penghasilan, pada hal orang miskin tidak berbicara penghasilan (income) kegagalan yang terjadi disadari oleh sebab tidak memiliki aset-aset utama yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupannya (fisik, kwalitas manusia, sosial, lingkungan dan akses). Adakah program pengentasan kemiskinan yang menjamin masyarakat miskin memiliki aset-aset tersebut.
Akhirnya berbagai fasilitas kredit yang ditawarkan hanya dimanfaatkan oleh elit kampung/desa
Apakah persoalan kemiskinan selesai ????
Selama tidak ada keadilan maka keserahan akan tetap merajalela dan kemiskinan akan tetap terjadi.
Jelaslah meskipun ada berbagai pandangan tentang kemiskinan tetapi semua mengacu pada lunturnya nilai-nilai luhur para pelaku pembangunan yang berakibat aturan atau tatanan pengelolaan urusan publik dalam hidup berbangsa dan bernegara yang tidak adil sehingga terjadi akumulasi pemihakan justeru kepada yang tidak miskin (kaya) yang berakibat fatal terhadap upaya-upaya penangulangan kemiskinan. Dengan kata lain persoalan kemiskinan pada dasarnya adalah perkara pengelolaan urusan publik (governance issues) karena lunturnya nilai-nilai luhur universal sehingga upaya perbaikan yang harus dilakukan adalah mulai dengan membangun kembali kesadaran kritis dan moral para pelaku pembangunan baik ditataran pengambil keputusan maupun di tataran rakyat jelata sehingga pada gilirannya mampu menciptakan dan membangun tatanan pengelolaan urusan publik yang baik (good governance).
Lalu langkah strategis apa yang harus kita lakukan ???? Ada 3 hal yang perlu diperhatikan untuk mengendalikan kemiskinan, yaitu :
1.   Segi Pelaku
Sudah saatnya para elit politik yang ada untuk dapat memilih dan menampilkan seorang yang mampu membangun kesadaran kritis dan memulihkan kemampuan manusia untuk menjadi pelaku moral, bukan hanya menampilkan figur yang hanya mampu menarik massa saja untuk kepentingan kuota suara. Banyak dari partai yang mengajak seseorang untuk berkiprah untuk masuk ke ranah kebijakan hanya sebatas ketenaran tidak dinilai dari segi moral, sehingga banyak yang tersandung kasus-kasus yang berdampak merugikan banyak orang. Seharusnya, para elit politik memilih orang-orangnya untuk menjalankan roda kepemerintahan dilihat dari segi moral dan profesional yang mencakupi pengetahuan, keterampilan dan sikap, bukan karena banyaknya harta dan ketenaran. Keprofesionalan seseorang dapat terbentuk dari skema sebagai berikut :




Perilaku kita dapat terbentuk dari pengetahuan, sikap dan keterampilan kita. Ketiga faktor ini dapat menjadikan kita seorang profesional atau tidak. Perpaduan antara pengetahuan dan keterampilan kita dapat menumbuhkan segi kompetensi kita, perpaduan antara keterampilan dengan sikap dapat menumbuhkan kepercayaan diri/konfiden kita, perpaduan antara pengetahuan dan sikap akan menumbuhkan komitmen kita, dan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan serta sikap kita akan menjadikan kita profesional. Tentu saja semua itu adalah hal yang positif yang harus didukung oleh nilai moral kita.
2.   Segi Kelembagaan
Maksud dari segi ini adalah membangun kelembagaan masyarakat warga (civil society organization) yaitu membangun kelembagaan antara yang mampu menjembatani antara sektor formal dan informal.
3.   Segi Program
Yaitu perencanaan dan pelaksanaan program-program yang pro masyarakat miskin, misalnya penyediaan pelayanan public yang lebih akomodatif terhadap kepentingan masyarakat miskin, pengembangan program-program perumahan untuk kelompok masyarakat yang tidak terlayani oleh pasar formal, dan pengembangan program-program pemberdayaan yang membangun dan memulihkan keberdayaan warga, keluarga dan masyarakat untuk mampu menentukan sejarahnya sendiri.
Nah …. Sekarang …. Apakah kita akan seperti ini terus? Terkurung oleh kemiskinan yang dikarenakan oleh sudah tidak terpakai lagi oleh nilai dan moral yang baik ????

Daftar Acuan
1)    Deepa Narayan, dkk ; The Voice of the Poor, 2000
2)    Mubyarto ; Ekonomi dan Politik Pembangunan Regional, Kasus Propinsi Kalimantan Barat, 2000
3)    Parsudi Suparlan (ed); Kemiskinan di Perkotaan, 1995
4)    Badan Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia & Smeru; Paket Informasi Dasar
5)    Manual Proyek Penangulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), 1999


2 komentar:

ratih mengatakan...

kemiskinan itu secara garis besar adalah suatu masalah klasik negara. kemiskinan negara satu dgn yg lainnya tidak sama persoalannya.

Mulyana mengatakan...

ya itulah .... memang berbeda ... tp secara general akar permasalahannya sama ....